Puji syukur
kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kita nikmat
berupa nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga kami selaku penyusun bisa
menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Kedua kalinya kami menghanturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam
Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam terang benderang sehingga kita diberkahi banyak ilmu pengetahuan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai asuhan keperawatan Anak dengan
KWASHIOKOR.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini khususnya bagi anggota-anggota yang
saling membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini bisa
tersusun dengan baik.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga makalah selanjutnya bisa tersusun lebih baik.
Padang, 05 Maret 2014
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di negara – negara miskin seperti negara Afrika,
Asia, Amerika Latin, termasuk Indonesia banyak terjadi kasus kekurangan gizi
terutama terjadi pada masa anak-anak. Hal ini disebabkan karena negara miskin
memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Tingkat pengetahuan keluarga tentang
nutrisi kurang, perawatan anak yang belum memadai, sifat tahayul terhadap bahan
makanan dan kesehatan lingkungan yang buruk.
United Nation Children Fund (UNICEF) mengkategorikan
kekurangan gizi sebagai kegawatdaruratan yang tidak kentara “Silent Emergency”
(Laily Savitri, 2000)
Pada tahun – tahun terakhir ini bangsa Indonesia
sedang mengalami masa-masa sulit, yaitu terjadinya krisis moneter yang
menghantarkan perekomian Indonesia ke titik yang paling rendah. Harga-harga
barang naik, rupiah mengalami keterpurukan dan banyaknya pegawai yang diPHK.
Keadaan yang demikian berdampak besar terhadap pola
konsumsi makan masyarakat Indonesia akibatnya terjadi penurunan status gizi
anak yang salah satu diantaranya di tandai denganpenyakitKwashiorkor.
Di tinjau dari golongan umur, Kwashiorkor sering
terjadi pada anak balita. Angka kejadian tertinggi pada umur 1,5 – 2 tahun
yaitu saat setelah terjadinya penyapihan sedangkan anak belum mengenal jenis
makanan lain.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh
informasi tentang penyakit kurang gizi pada anak.
2. Tujuan Khusus
Untuk memahami tentang kwashiorkor dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit kwashiorkor.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFENISI
Kwashiorkor
ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994).
Kwashiorkor
ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,)
Gejala yang dijumpai
pada anak yang menderita kwashiorkor,diantaranya apatis, rambut kepala halus
dan jarang, berwarna kemerahan kusam, tidak hitam mengkilat seperti pada anak
sehat umumnya, rambut ini sering kali sangat mudah dicabut tanpa rasa sakit
oleh penderita. Kemudian mugkin terdapat udema, tetapi tidak selalu gejala ini
terdapat,meskipun di anggap bahwa adanya oedema lebih memperkuat diagnosa
kwashiorkor. ( Djaeni, 2006 )
B. ETIOLOGI
Etiologi penyakit
kwashiorkor adalah :
a) Diare yang kronik
b) Malabsorbsi protein
c) Sindrom nefrotik
d) Infeksi menahun
e) Luka bakar
f) Penyakit hati.
Banyak hal yang
menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu
ketika ASI digantikan asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah
usia 1 tahun atau lebih, kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan
bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adaptasi atau
ketidaktahuan (kekurangan edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan
nutrisi yang baik.
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Mulut
Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih
rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah
dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan
enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi
dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Lambung
Lambung
merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai,
terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali
isi lambung ke dalam kerongkongan.
3. Rektum
& Anus
Rektum
adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus
merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya
dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap
tertutup.
D.
PATOFISIOLOGI
Pada
defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya yang
sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya asam
amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar
yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke
depot terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
E. MANIFESTASI KLINIS
a) Secara umum
anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma
b) Pertumbuhan
terlambat
c) Udema
d) Anoreksia dan diare.
e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan
lembek.
f) Rambut berwarna pirang , berstruktur
kasar dan kaku serta mudah dicabut.
g) Kelainan
kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan
lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan
kerusakan hati.
h) Anak mudah
terjangkit infeksi
i) Terjadi
defesiensi vitamin dan mineral
F.
WOC
G. KOMPLIKASI
1.
Diare
2.
Anemia
3.
Gangguan tumbuh kembang
4.
Hipokalemia
5.
Hipernatremia
6. Shock
7.
Koma
8.
Cacat
H.
PENATALAKSANAAN
1. Pemberian
terapi (medis )
1. Bila ada dehidrasi, atasi
dahulu.
2. Perbaiki diit:
Formula harus mudah dicerna, murah, pekat
kalori/protein: Modisco I, II, dan III memenuhi syarat-syarat tertentu. Bila
ada intoleransi, mulailah dengan susu skim yang diencerkan (2,5-5-7,5) +
glukosa 5%, disusul dengan modisco ½. I, II, III.
3. Vitamin A 100.000-200.000 IU IM 1 kali. Vitamin B komplek, C, A, D tetes per oral.
4. Bila perlu beri transfusi sel darah merah padat
(‘PRC’) atau plasma.
5. Pengobatan penyakit penyerta/penyebab.
Bila lemah, ada hipotermi, hipertensi dan gangguan pembekuan darah ada
kemungkinan infeksi kuman gram negatif serta endotoksemia. Resiko meningkat
bila disertai kekurangan vitamin A.
6. Terapi gentamicin 6-7,5 mg/kg
perhari dibagi 2 kali Amikin 15 mg/kg/hari dibagi 2 kali.
7. Penyuluhan pada ibu disertai
demonstrasi cara membuat modisco.
8. Kontrol di poliklinik anak. (Ratna Indrawati, dkk, 1994)
2. Pemberian
perawatan
1. Memberikan makanan yang mengandung
banyak protein bernilai biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.
2. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
3. Makanan diberikan secara bertahap,
karena toleransi terhadap makanan sangat rendah.
4. Penanganan terhadap penyakit penyerta.
5. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan
penderita dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.
(A.H.
Markum, 1991)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a.
identitas klien
1. Nama/Nama
panggilan :
2. Tempat tgl
lahir/usia :
3. Jenis kelamin
:
4.
A g a m a :
5. Pendidikan :
6. Alamat :
7. Tgl masuk :
8. Tgl
pengkajian :
9. Diagnosa
medik :
10. Rencana
terapi :
b. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a :
b. U s i a :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan/sumber penghasilan :
e. A g a m a :
f. Alamat :
2. Ibu
a. N a m a :
b. U s i a :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan/Sumber
penghasilan:
e. Agama :
f. Alamat :
3.
identitas saudara kandung
Nama,
usia, hubungan, status kesehatan
2.
Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan Utama
Biasanya
mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB
menurun dll.
b.
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya
ditanyakan kapan anak mulai menampakan
tanda-tanda penyakit kwashiorkor ini, seperti mulai kapan kulit anak
mengelupas, rambut berubah warna, tampak adema seluruh tubuh, diare, dan
bagaimana nafsu makan anak.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ditanyakan apakah
anak menderita penyakit ini sampai diopname, penyakit apa dan berapa lama
dirawat serta bagaimana pengobatannya.
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditanyakan apakah anggota
keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan
gizi atau kurang protein.
e. Riwayat imunisasi
imunisasi lengkap :
NO
|
Jenis immunisasi
|
Waktu pemberian
|
Reaksi setelah
pemberian
|
1.
|
BCG
|
||
2.
|
DPT (I,II,III)
|
||
3.
|
Polio (I,II,III,IV)
|
||
4.
|
Campak
|
||
5.
|
Hepatitis
|
f. Riwayat tumbuh kembang
kwarshiorkor akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak, karena kondisi gizi buruk merupakan resiko
untuk gangguan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Dampak jangka panjang
malnutrisi energy protein dapat terjadi apabila pengelolaan yang diberikan kurang
memadai atau anak sudah jatuh kedalam MEP berat. Terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat eskstensif,
terjadi retardasi mental dan fisik yang menetap. Damapak jangka panjang
ini dipengaruhi juga oleh perubahan – perubahan organ yang bersifat permanen
yang terjadi pada anak yang menderita MEP seperti pada jantung, pancreas, hati
dan gangguan endokrin yang mempengaruhi anak tersebut.
g.
pola fungsional kesehatan
1. Aktifitas, Tanda : Penurunan
otot, ekstermitas kusus, otot flaksid, penurunan toleransi aktifitas, jaringan
sub kutan tipis dan lembek, cengeng.
2. Sirkulasi : Tanda : Takikardia,
bradikardia.Diaforosis, sianosis.
3. Eliminasi
Gejala : Diare atau konstipasi :
flatulen berkenaan dengan masukan makanan
Tanda: Distensi abdomen, ansites, nyeri tekan,
fases encer, berlemak atau warna seperti tanah liat
4. Makanan / cairan
Gejala :- Penurunan berat badan,
tinggi badan
- Masalah menelan
mengunyah, tersedak atau produksi saliva
- Anorexia, mual,
muntah, ketidak adekuatan masukan oral
- Pemberian ASI (
lamanya
Tanda :- Penyimpangan berat badan
aktual mungkin terjadi karena terjadinya edema, asites, organomegali, anasarka
- Pertumbuhan gigi /
ompong
- Bising usus menurun,
hiperaktif atau tidak ada.
- Lidah lembut, pucat,
kotor.
- Bibir kering, pecah,
kemerahan, bengkak, stomatitis
- Gusi bengkak /
berdarah, carries.
- Membran mukosa kering,
pucat, merah, bengkak
5. Neuro sensori Tanda : Letargi,
apatis, gelisah, peka rangsang, disorientasi, koma. Reflek gagal/menelan
mungkin menurun
6. Pernafasan
Tanda : - Penurunan fungsi pernafasan / peningkatan
fungsi pernafasan
- Dipnea,
peningkatan produksi sputum.
- Bunyi nafas
: Krekers ( defisiensi protein akibat perpindahan cairan ).
7. Keamanan
Gejala : Adanya program
terapi
Tanda : Rambut mungkin
rapuh, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
8. Penyuluhan / Pembelajaran.
Gejala : Kurang pengetahuan
nutrisi, keterbatasan sumber finansial / fasilitas dapar menurun.
9. Sosio Ekonomi
3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan
umum yang meliputi: kesadaran Composmentis, lemah, rewelkebersihan kurang,
berat badan, tinggi badan, nadi, suhu, dan pernapasan.
2. Kepala
: lingkar kepala, warna rambut, UUB sudah menutup atau belum
3. Muka : sembab karena
odema, tampak moonface
Ø Mata
: apakah ada ikterus, anemi ataupun infeksi pada mata
Ø Telinga
: apakah ada tanda-tanda infeksi
Ø Hidung
: apakah ada sekret, bagaimana pernapasannya, terpasang sonde
Ø Mulut
: Stomatitis,
lesi, mukosa bibir, gigi tumbuh
4. Tenggorokan :
apakah ada tanda pembesaran tonsil, tanda-tanda peradangan.
5.
Leher : apakah ada pembesaran kelenjar
tyroid, kaku kuduk, pembesaran kelenjar limfe.
6. Torax : apakah
ada lingkar dada, adakah tarikan dinding dada, wheezing, ronchi.
7. Abdomen : apakah ada meteorismus, acites, bising usus, apakah ada pembesaran hepar.
8. Extremitas :
7. Abdomen : apakah ada meteorismus, acites, bising usus, apakah ada pembesaran hepar.
8. Extremitas :
Ø Atas : Lingkar lengan atas, akral
hangat, odema
Ø Bawah : Odema,
4. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan darah
Pada
pemeriksaan darah meliputi albumin, globulin, protein total, elektrolit serum,
biakan darah.
2. Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
2. Pemeriksaan urine meliputi urine lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
6. Konsul THT : adanya otitis media
(Ratna Indrawti, 1994).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
tidak adekuatnya intake nutrisi.
2
Gangguan integritas
kulit b/d tidak adekuatnya kandungan makanan yang cukup
4. Kurangnya
pengetahuan b/d ketidaktahuan intake
nutrisi yang adekuat.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
tidak adekuatnya intake nutrisi.
|
Kebutuhan
nutrisi adekuat
|
-Nafsu makan
baik
- Berat badan meningkat
-Klien
menghabiskan porsi makannya
-Klien idak lemas |
-
Kaji
antropometri
-
Kaji pola makan klien.
-
Berikan intake makan tinggi potein, kalori, mineral, dan vitamin.
-
Berikan
makanan selingan yang tinggi protein dan kalori
- Timbang
berat badan
-
Kolaborasi
dengan ahli gizi
|
-
Menentukan berat badan, osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
-mengetahui
kebiasaan makan klien.
-mempertahankan
berat badan, kebutuhan memenuhi metabolic dan meningkatkan penyembuhan
-
Membantu
mencegah irigasi gastar dan meningkatkan pemesukan dan proses penyembuhan.
- Untuk membentuk diet dan ke efektifan terapi.
-
Berguna
dalam merencanakan masukan nutrisi dan cairan.
|
2
|
Gangguan
integritas kulit b/d tidak adekuatnya kandungan makanan yang cukup
|
Intregitas
kulit utuh
|
-
Kulit lembab
- Kulit utuh - Kulit tampah bersih - Kulit tidak bersisik - Tanda-tanda radang (-) |
-
Kaji
keutuhan kulit
-
Berikan
krim kulit
-Ganti
segera pakaian yang lembab atau basah.
-
Lakukan
kebersihan kulit.
|
-
Deteksi
dini dapat meminimalkan terjadinya kerusakan kulit.
-
melembabkan
dan melindungi permukaan kulit.
-Kelembaban
meningkatkan resiko gangguan kulit.
-
Kulit
yang bersih meminimalkan terjadinya kerusakan kulit.
|
3
|
Kurangnya pengetahuan b/d ketidaktahuan intake
nutrisi yang adekuat.
|
Pengetahuan
orang tua dan klien bertambah
|
-Anak
berpartisipasi dalam proses pengobatan.
-Orang tua mengetahui jenis makanan yang banyak mengandung protein, kalori, vitamin dan mineral -Anak/keluarga mengetahui manfaat masing-masing kandungan makanan |
-
Ajarkan
orng tua dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
- Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat,
-
Jelaskan kondisi yang terkait dalam malnutrisi
- Anjurkan
ibu untuk meningkatkan nutrisi yang adekuat.
|
-Peningkatan
pengetahuan akan pentingnya makanan nutrisi
yang adekuat untuk kesehatan.
-Meningkatkan
penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi. dan Memberikan kesempatan untuk mengobservasi
pemulihan.
-
Pemahaman
tentang malnutrisi meningkatkan kewaspadaan terjadinya malnutrisi dan
memahami kebutuhan terapi khusus.
- Masukan nutrisi dapat meningkatkan
produksi ASI untuk memenuhi kebutuhan nutrisi si anak.
|
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dapat
dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa yang diangkat dengan
memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir tindakan yang akan dilakukan.
E. EVALUASI
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan kwashiorkor
dapat teratasi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kwashiorkor ialah defisiensi
protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi
masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,)
Gejala yang dijumpai
pada anak yang menderita kwashiorkor,diantaranya apatis, rambut kepala halus
dan jarang, berwarna kemerahan kusam, tidak hitam mengkilat seperti pada anak
sehat umumnya, rambut ini sering kali sangat mudah dicabut tanpa rasa sakit
oleh penderita. Kemudian mugkin terdapat udema, tetapi tidak selalu gejala ini
terdapat,meskipun di anggap bahwa adanya oedema lebih memperkuat diagnosa
kwashiorkor. ( Djaeni, 2006 )
Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan
obesitas. Juga, karena makanan yang berbeda mengandung proporsi protein,
karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka keseimbangan yang wajar juga
harus dipertahankan di antara semua jenis makanan ini sehingga semua segmen
sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang dibutuhkan.
B. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit kwashiorkor . Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC.
Soetjiningsih,
1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, EGC.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong.
Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth
Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
Budi.
2010. Asuhan Keperawatan pada kwashiorkor . Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.